Kilas Balik Konversi Minyak Tanah ke Gas: Dulu Antre Minyak Tanah, Kini Antre Elpiji 3 Kg

  • Share

TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membatasi distribusi elpiji 3 kilogram bersubsidi mulai 1 Februari 2025. Gas bersubsidi tersebut harus dibeli langsung di pangkalan resmi yang telah terdaftar di Pertamina.

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung, menjelaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk memastikan masyarakat mendapatkan LPG dengan harga resmi yang telah ditetapkan pemerintah. Selain itu, kebijakan ini juga bertujuan untuk menghapus peredaran LPG 3 kg di luar jalur resmi yang sering menyebabkan harga jual menjadi tidak terkendali.

Penggunaan LPG sebagai sumber energi kebutuhan sehari-hari mulai masif digunakan secara serentak di Indonesia mulai 2007 silam.

Dilansir dari jurnal ilmiah yang ditulis oleh Abdurrozaq Hasibuan dengan judul “Kajian Konversi Minyak Tanah ke Gas Elpiji di Provinsi Sumatera Utara”, menyebut bahwa program pengalihan energi dari minyak tanah ke gas LPG dikampanyekan melalui pembagian paket LPG 3 kilogram, kompor, regulator, dan selang secara gratis yang ditujukan pada rumah tangga dan usaha mikro yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Dilansir dari esdm.go.id, tujuan utama konversi minyak tanah ke LPG adalah untuk mengurangi subsidi. Kala itu, minyak tanah biaya produksinya setara dengan avtur. Subsidi minyak tanah tersebut cukup membebani keuangan negara.

Konsumsi minyak tanah sebelum dilakukan konversi mencapai kisaran 12 juta kilo liter setiap tahun. Ketika itu, besaran subsidi mencapai sekitar Rp 25 triliun. Angka ini berubah sesuai dengan basis asumsi harga minyak mentah dunia maupun volume. Dari jumlah volume sebesar itu profil pengguna minyak tanah adalah sekitar 10 persen golongan sangat miskin, 10 persen golongan miskin, 50 persen golongan menengah dan 20 persen golongan mampu.

Program konversi yang diikuti dengan pengurangan volume minyak tanah bersubsidi ditujukan untuk memperbaiki distribusi agar lebih tepat sasaran.LPG menjadi pilihan pengganti minyak tanah. Alasan terpenting adalah biaya produksi LPG lebih murah dibanding minyak tanah.

Saat itu, biaya produksi minyak tanah tanpa subsidi adalah sekitar Rp 6.700 per liter. Jika dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Untuk satu satuan setara minyak tanah, biaya produksi LPG tanpa subsidi adalah Rp 4.200/liter. Sedangkan LPG dengan subsidi adalah Rp 2.500/liter. Pemanfaatan LPG jelas mengurangi konsumsi subsidi minyak tanah.Selain biaya produksi lebih murah, untuk satu satuan yang sama kalori LPG juga lebih tinggi dibanding minyak tanah.

Selain itu, dalam kebijakan tersebut, dengan berhasilnya program konversi tersebut, nantinya pemerintah diperkirakan akan menghemat dana subsidi energi sebanyak 15 hingga 20 triliun per tahunnya.

Program konversi energi tersebut juga memiliki manfaat lain, seperti mengurangi kerawanan penyalahgunaan minyak tanah, mengurangi polusi udara di rumah atau dapur, menghemat waktu memasak, hingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Dalam program konversi dari minyak tanah ke gas elpiji tersebut, pemerintah berhasil menghemat hingga Rp 197,05 triliun dana subsidi, seperti dilansir dari laman Pertamina.com. Masih dilansir dari laman yang sama, per 2012, yakni setelah 5 tahun program dilaksanakan, pemerintah telah mendistribusikan sebanyak 57,19 juta paket subsidi gas elpiji 3 kg.

Sebelumnya, LPG yang umum digunakan di rumah tangga hadir dalam kemasan 12 kg, yang dinilai kurang terjangkau bagi sebagian masyarakat. Dengan pemberian subsidi, harga elpijji 3 kg dapat ditekan sehingga lebih murah dan dapat diakses oleh lebih banyak orang.

Reno Eza Mahendra dan Dede Leni Mardianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: Kisruh Bahlil Larang Elpiji 3 Kg Dijual di Pengecer

  • Share