ICC Ajukan Perintah Penangkapan Pemimpin Taliban Terkait Penganiayaan Perempuan

  • Share

KABUL, KOMPAS.com – Jaksa Agung Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Karim Khan, telah mengajukan surat perintah penangkapan terhadap dua pemimpin Taliban di Afghanistan, termasuk pemimpin spiritual tertinggi Haibatullah Akhundzada. 

Mereka dituduh melakukan penganiayaan sistematis terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan, yang dianggap sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dilansir Al Jazeera, dalam pernyataan resmi pada Kamis (23/1/2025), Khan menyebutkan bahwa Akhundzada dan Abdul Hakim Haqqani—kepala hakim Taliban sejak 2021—memikul tanggung jawab pidana atas penganiayaan berbasis gender yang dilakukan di bawah kekuasaan mereka. 

Baca juga: AS Tukar Seorang Napi Taliban dengan Dua Tahanan Amerika

“Mereka bertanggung jawab atas penindasan terhadap perempuan, anak perempuan, serta pihak-pihak yang dianggap mendukung hak-hak mereka,” ujar Khan.

Sejak Taliban kembali berkuasa pada 2021, pembatasan terhadap hak perempuan terus meningkat. 

Perempuan dilarang menempuh pendidikan tinggi, bekerja, dan menjalani kehidupan mandiri. Langkah ini semakin menimbulkan kecaman internasional.

Panel hakim ICC kini akan meninjau permintaan ini, yang biasanya membutuhkan waktu beberapa bulan. 

Ini menjadi pertama kalinya ICC secara terbuka meminta surat perintah terkait investigasi kejahatan perang di Afghanistan, yang telah berlangsung sejak 2007. 

Investigasi sebelumnya mencakup dugaan kejahatan oleh militer AS di negara tersebut.

Khan menegaskan bahwa hukum syariah versi Taliban tidak dapat menjadi pembenaran atas pelanggaran hak asasi manusia. 

Baca juga: Mengapa India Kini Mendekati Taliban?

“Penganiayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap perempuan, anak perempuan, dan komunitas LGBTQ di Afghanistan tidak dapat diterima,” tegasnya.

Zalmai Nishat, pendiri Mosaic Afghanistan, mengatakan bahwa jika surat perintah ICC ini disetujui, dampaknya mungkin kecil terhadap Akhundzada yang jarang meninggalkan Afghanistan. 

Baca juga: Malala: Taliban Tidak Memandang Perempuan sebagai Manusia

Namun, secara reputasi internasional, hal ini semakin merusak legitimasi Taliban. “Langkah ini menegaskan bahwa komunitas internasional tidak menerima status quo Taliban,” kata Nishat.

  • Share
Exit mobile version