Beberapa hari ini, berita tentang efiseinsi anggaran menjadi trending topik hampir di semua kanal informasi khsusnya yang online. Rating beritanya mampu menenggelamkan berita kelas kakap lainnya. Berita kasus Pagar Laut di Tangerang contohnya, jangan-jangan sebentar lagi menjadi cerita “legenda” yang diketahui semua orang tapi penyelesaian akhirnya buram. Bahkan, berita efisensi anggaran ini mampu “menyalip” kasus kebakaran kantor ATR BPN. Ya sudahlah, namanya juga berita, pasti ada masa expire. Kalau tidak basi, bukan kasus Namanya tapi es batu. Biarlah, pejabat saja yang mengurusi urusan gede seperti itu, rakyat kecil cukup memantau saja harga gas melon 3 Kg dan pertalite tidak naik menjadi 15.000.
Terlepas dari banyaknya kementerian atau lembaga yang mengalami pemangkasan, ada satu badan yang tidak mendapat potongan sama sekali. Sehingga tidak ada PHK massal seperti yang ada di Instagram dan TikTok. Lembaga itu adalah eLPe (kalau ditulis LP nanti ada yang marah) kepanjangannya adalah Lembaga Perparkiran. Mau seheboh apapun berita terkait efisiensi, pemotongan, pemangkasan, pengurangan, peminusan (sepertinya tidak ada di KBBI) tukang parkir tetap bonafit dan terus mengabdi. Lembaga mereka tidak mendapat intervensi apapun kecuali ada sedikit gesekan terkait shift dan pemetaan wilayah saja. Tentunya konflik internal itu tidak serumit kasus pagar laut penyelesaiannya. Hal ini sangat menarik untuk dicermati, karena ditengah isu PHK massal justeru tukang parkir semakin banyak menerima perekrutan new members. Apa resep mereka tetap bertahan bahkan semakin produktif di tengah isu perekonomian yang sudah agak mulai sulit ini? Ternyata, setelah saya melakukan riset kecil-kecilan khususnya observasi dan validasi pengalaman selama mampir di beberapa toko yang ada jukir liarnya, ada beberapa hal yang mesti kita teladani dari mereka.
Pertama, para jukir liar itu punya planning yang sangat matang. Mereka barangkali punya semacam lembaga riset juga untuk memitigasi perluasan daerah dan resiko penolakan dari warga. Bukti konkret, dimana ada pembangunan ruko baru, kadang-kadang baru masang fondasi, mereka sudah melakukan survey dan analisa mendalam. Berapa jumlah kendaraan yang lewat, bagaimana tingkat keramahan warga, kelas sosial masyarakat yang akan belanja, dan siapa penguasa daerah tersebut menjadi catatan bagi mereka. Artinya, mereka membaca data tersebut dan menjadikan bahan evaluasi dan diskusi di lembaga internal mereka. Sehingga ketika ruko selesai, rencana demi rencana yang telah disusun akan dieksekusi dengan menggunakan berbagai pendekatan. Mereka juga punya analisis AMDAL juga. Kok mirip dengan perusahaan yang mau buka cabang ya? pakai analisis amdal segala. Memang iya, mereka itu profesional dan terlatih, tapi analisis mereka berkaitan dengan analisis dampak masalah penolakan (amdal).
Yang kedua, mereka tidak mengenal jenjang karier yang sangat ribet pengurusan administrasinya. Kenaikan pangkat mereka itu berada dalam koridor yang efektif dan efisien dan tidak berbelit-belit. Kalau dosen mau naik jenjang jabatan khususnya menuju guru besar itu syarat administrasinya sangat panjang, rumit dan melelahkan. Para jukir liar tidak mengenal persyaratan administrasi yang berliku ini, mereka hanya mengenal istilah KK (Keberanian dan Kedekatan). Kenaikan pangkat ini hanya melalui jalur non-administrasi tetapi lebih kepada performance. Tidak laku bagi mereka kertas, yang penting keras. Keras disini tidak diartikan secara fisik, tetapi lebih kepada tekad dan motivasi mereka. Berkali-kali mengalami penolakan tapi tetap meyakinkan bahwa parkir itu penting, akhirnya lama kelamaan diterima juga oleh warga sekitar ruko. Kedekatan artinya mereka ini bisa bercanda dengan masyarakat khususnya para pengunjung toko, memayungi helm pelanggan ketika hujan dan mengatur lalu lintas kalau pelanggan mau keluar ke jalan. Bagi personel yang sudah merakyat biasanya akan mendapat banyak simpati dari warga dan bahkan tak jarang juga dengan memberikan uang lebih khususnya diawal bulan. Kalau sudah mendapat banyak validasi yang positif dari masyarakat biasanya mereka akan naik pangkat, sehingga kalau ada isu PHK pasti akan dipertahankan oleh atasan.
Ketiga, jukir mempunyai tanggungjawab dan kepekaan sosial yang sangat tinggi. Ketika motor kepanasan mereka dengan sigap meletakan kardus sebagai pelindung. Begitu juga ketika hujan datang, mereka dengan telaten membungkus helm-helm pelanggan. Bagi mereka, kepuasaan pelanggan diatas segala-galanya. Ini beneran. Kalau tidak percaya coba saja lihat di depan ruko-ruko seperti alfa midi, indomaret. Kalau ada kehilangan motor mereka sangat responsif membantu, mengecek cctv, menanyai para saksi, bahkan sampai melapor ke polsek setempat. Harusnya. Bentuk tanggungjawab mereka atas pekerjaan adalah menerima upah atas apa yang mereka lakukan. Mereka menerima uang tidak lebih sebagai imbalan jasa yang mereka lakukan, atas layanan prima yang mereka dedikasikan selama pelanggan belanja di toko.
Terakhir, mereka pekerja yang visioner. Mereka bisa menebak bahwa prospek perparkiran sepuluh tahun ke depan menjadi sektor yang sangat menjanjikan. Sehingga mereka perlu mengupgrade skill untuk menatap masa depan dunia perparkiran nantinya. Kemampuan mereka memprediksi kondisi dan situasi orang-orang membutuhkan parkiran satu tahun lebih maju dari orang kebanyakan. Setiap kali akan ada acara atau even besar seperti konser musik mereka sudah berada disana dan siap memandu premotor untuk memarkirkan kendaraan. Darimana mereka tahu? Itulah yang namanya visioner, bisa memprediksi ruang dan waktu masa yang akan datang.
Alasan ini tentunya masuk akal sekali jika dijadikan sandaran mengapa mereka tidak mengalami efisiensi dalam pengelolaan dana. Kalau mau jujur barangkali mereka mengalami surplus keuangan. Banyak value yang bisa dikonsumsi dari para tukang parkir, yang semuanya itu bisa menjadi komparasi yang berimbang untuk warga masyarakat. Kita mesti memaknai “pemangkasan” adalah proses agar bagian tumbuhan yang lain tumbuh lebih subur, berbuah lebih banyak, atau meregenerasi kambium yang sudah menua.