TRIBUNKALTARA.COM, UJOH BILANG – Guru-guru di Kabupaten Mahakam Ulu ( Mahulu ), Kalimantan Timur mogok mengajar, sekolah tutup, protes ketimpangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
Sejumlah sekolah di Mahulu, khususnya di Kecamatan Ujoh Bilang memilih untuk menutup sekolah dan melakukan aksi mogok mengajar.
Mereka protes terhadap ketimpangan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang mereka terima.
Aksi ini berlangsung sejak Selasa (11/2) dan masih berlanjut hingga waktu yang belum ditentukan.
Kepala SD Negeri 02 Ujoh Bilang, Didin Suaidin mengatakan, para guru tidak meminta lebih dari instansi lain, melainkan hanya ingin kesetaraan.
“Tidak lebih, tidak kurang dengan instansi lain. Kalau itu pertimbangan, kami hanya berharap keadilan,” katanya, Selasa (11/2).
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) sebelumnya, para guru berharap ada solusi konkret terkait permasalahan ini.
Namun, mereka kecewa karena keputusan final belum dapat diberikan.
Sebagaimana diketahui sehari sebelumnya para guru melakukan RDP dengan DPRD Mahulu.
Salah satu poin utama yang dibahas dalam pertemuan ini adalah ketimpangan dalam pemberian TPP.
Dalam pertemuan tersebut para guru merasa kebijakan yang diterapkan Pemkab Mahulu membuat mereka merasa tidak dihargai.
Karena seluruh ASN di Mahulu mendapatkan kenaikan TPP, kecuali guru. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan tenaga pendidik.
“Untuk pertemuan RDP kemarin, kami mengharapnya solusi dan keputusan final seperti apa. Ternyata itu belum bisa dikasih keputusan final,” lanjut Didin.
Ketua DPRD Mahulu, yang hadir dalam RDP tersebut, menyatakan bahwa aspirasi para guru akan diteruskan ke pimpinan daerah dan selanjutnya dibahas bersama Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kemarin Ibu Ketua Dewan DPRD kita menyampaikan mereka masih akan melanjut membawa aspirasi kami ini ke pimpinan-pimpinan daerah. Akan dibahas bersama, kemudian akan dilanjutkan ke Mendagri,” tuturnya.
Baca juga: Kisah Inspiratif Brigpol Jajang, Anggota Polisi di Mahulu Kaltim Nyambi Jadi Guru, Menolak Dibayar
Didin Suaidin, juga menyatakan menyatakan bahwa perjuangan ini sudah berlangsung sejak lama, namun hingga kini belum ada perubahan yang signifikan.
“Harapannya, apa yang kami keluhkan didengar oleh pihak yang di atas kami, kemudian diperjuangkan,” katanya,
Menurutnya, para guru sudah menyampaikan aspirasi terkait kenaikan TPP sejak lama, bahkan sejak tahun 2023.
Namun, hingga saat ini belum ada kebijakan yang mengakomodasi tuntutan mereka, sementara Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lain telah mengalami kenaikan.
“Kalau dari saya, kalau dari guru-guru, ini sudah diperjuangkan di awal, bahkan di 2023. Tetapi sepanjang waktu itu sampai sekarang tahun 2025 belum ada perubahan,” tegasnya.
Kondisi ini memicu kekecewaan besar di kalangan guru, yang mempertanyakan alasan di balik stagnasi TPP mereka.
Mereka merasa tidak mendapatkan penjelasan yang transparan, terutama jika dibandingkan dengan OPD lain yang telah mengalami penyesuaian.
“Kami mempertanyakan alasan sebenarnya kami tidak naik, sedangkan yang lain itu apa alasannya?” ucapnya.
Pihak pemerintah daerah sebelumnya menyatakan bahwa kebijakan TPP sudah diatur sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Namun, bagi para guru, jawaban tersebut belum cukup menjelaskan alasan mengapa mereka tidak mendapatkan kenaikan yang sama seperti instansi lainnya.
“Mereka dari pihak yang mengusung tim anggaran TPP itu menyampaikan bahwa itu sesuai aturan,” tuturnya.
Baca juga: 4 Tahun Jembatan Long Gelawang Mahulu Mangkrak, Sopir Truk Terpaksa Lewat Kapal Feri Tradisional
Sudah Cukup Bersabar
Sementara Kepala SD Negeri 001 Ujoh Bilang, Florentina, menyatakan bahwa keputusan ini bukanlah hal yang mudah, mengingat dampaknya bagi para siswa.
Namun, ia menegaskan bahwa para guru telah cukup bersabar dalam menuntut hak mereka.
“Sekolah ditutup ini ada dampak yang sangat luar biasa bagi siswa kami, tetapi kami sebagai pendidik sangat menyadari itu,” katanya.
Menurutnya, kesenjangan TPP antara tenaga pendidik dengan tenaga teknis dan tenaga kesehatan di lingkungan pemerintahan daerah semakin sulit diterima.
Para guru merasa perjuangan mereka selama ini belum membuahkan hasil yang diharapkan.
“Kami betul-betul mengalami kesenjangan. Jadi kami juga sudah mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) kemarin di DPR, namun belum ada titik terangnya,” ucapnya.
Aksi mogok ini bukanlah keputusan individu, melainkan kesepakatan bersama para guru di Ujoh Bilang dan umumnya di Kabupaten Mahulu.
Mereka berharap pemerintah daerah segera merespons tuntutan ini dengan adil.
“Ini merupakan keinginan bersama, kekompakan dari semua guru yang ada di Ujoh Bilang, khususnya secara umum se-Kabupaten Mahulu,” tegasnya.
Saat ditanya sampai kapan aksi mogok ini akan berlangsung, Ia menegaskan bahwa para guru akan tetap meliburkan kegiatan belajar-mengajar hingga ada respons yang jelas dari pemerintah daerah.
“Kami tidak bisa menentukan sampai kapan. Sepanjang ini belum mendapat respons dari pemerintah daerah, kami tetap liburkan,” pungkasnya.
Salah satu perwakilan guru, yang juga kepala sekolah di Ujoh Bilang, menyatakan bahwa mereka telah mencermati aturan yang dijadikan acuan pemerintah dalam penyusunan TPP.
Setelah diteliti lebih lanjut, ditemukan adanya ketidaksesuaian dalam penerapan aturan tersebut.
“Kami juga memperlihatkan aturan yang sama yang disampaikan oleh tim itu. Ternyata di situ memang ada, kami merasa ada miss sebenarnya,” sebutnya.
Salah satu poin utama yang dipermasalahkan adalah dasar pemberian TPP yang disebut didasarkan pada beban kerja.
Guru-guru merasa bahwa jika aturan tersebut benar-benar diterapkan, seharusnya mereka mendapatkan TPP yang lebih besar dibanding tenaga teknis lainnya.
“Misalnya, pemberian TPP itu didasarkan pada beban kerja. Ternyata kalau kami bandingkan aturan yang ada antara guru dengan aturan dinas lain, kami sebutnya di sini teknis, ternyata justru guru ini beban kerjanya jauh lebih banyak daripada teknis lain,” imbuhnya.
Menurutnya, guru memiliki jam kerja minimal 40 jam per minggu, sementara tenaga teknis di dinas lain hanya sekitar 37 jam lebih.
Baca juga: Kisah Pj Gubernur Kaltim Akmal Malik Terjebak Lumpur, Kunjungan ke Mahulu Lewat Jalan Tanah 145 Km
Jika dihitung dengan jam istirahat, jumlah jam kerja guru seharusnya setara dengan tenaga teknis, namun kenyataannya TPP mereka tidak mengalami kenaikan.
“Kami melihatkan aturannya, di situ guru sampai 40 jam per minggu, sedangkan yang lainnya 37 koma sekian jam. Kalau misalnya dipotong istirahat, misalnya di sekolah ada istirahatnya, jadi kami minimal jam dalam seminggu itu 37 koma sekian juga,” ungkapnya.
Para guru di Mahulu menegaskan bahwa aksi mogok ini akan terus berlanjut hingga ada kejelasan dari pemerintah daerah.
Mereka berharap ada revisi kebijakan yang lebih adil sehingga kesejahteraan tenaga pendidik bisa setara dengan pegawai di instansi lain.
Kepala SMP Negeri 1 Long Bagun, Aris So’ba’, mengungkapkan bahwa hampir seluruh sekolah di wilayah tersebut telah bergabung dalam aksi ini untuk menuntut kenaikan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP).
“Saya juga hadir sih kemarin di RDP itu,” katanya, Selasa (11/2), merujuk pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan DPRD Mahulu.
Menurutnya, aksi protes ini tidak hanya terjadi di satu atau dua sekolah, tetapi sudah melibatkan hampir seluruh sekolah di Mahulu.
Beberapa sekolah bahkan sudah memasang spanduk sebagai bentuk protes.
“Sekolah sudah melangsungkan aksi juga ini, saya lihat di SD 1 juga udah masang spanduk, di Mambes juga udah.
Jadi sebenarnya bukan cuma kami sih, hampir sudah se-Mahulu nih sebagian besar, ya cuman karena kami di Ujoh Bilangnya, jadi lebih diperhatikan,” ungkapnya.
Aksi mogok ini mendapat beragam respons, termasuk dari orang tua siswa.
Ia mengaku menerima telepon dari salah satu orang tua yang juga merupakan bagian dari pemerintahan daerah.
“Tadi juga sempat ditelepon sama orang tua salah satu siswa, jadi saya jelaskan baik-baik kondisinya bahwa situasinya seperti ini. Terus kalau beliau, tadi kebetulan dari pemerintahan juga, dia bilang, ‘Sudah, kami mendukung, nanti dicoba sampaikan ke Bupati juga’,” ucapnya.
Selain itu, Ia juga telah berkoordinasi dengan Komite Sekolah untuk memastikan dukungan terhadap aksi ini.
“Nah sebelum ini juga saya sudah telepon Komite Sekolah, tadi sudah saya konfirmasikan ya situasinya sekarang gini di sekolah, tadi udah rapat dengan guru. Keputusannya seperti ini, itu seperti apa? Kalau beliau yang di Komite Sekolah juga mendukung, ya nggak ada masalah,” tuturnya.
Ia menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk perjuangan bersama para tenaga pendidik di Mahulu.
“Ya kalau saya, intinya kalau kita buat sesuatu yang, ya istilahnya bukan sesuatu yang salah, ya enggak apa-apa kita perjuangkan. Kita kan juga bersatu, enggak cuma saya sendiri,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa mogok ini bukan keputusan individu, melainkan kesepakatan bersama para guru yang menghadapi ketidakadilan dalam pemberian TPP.
“Tapi semua guru di Mahulu khususnya, menghadapi masalah ini sama-sama, jadi ya saya enggak sendirian,” imbuhnya.
Saat ini, para guru masih menunggu respons dari pemerintah daerah. Jika dalam waktu dekat tidak ada keputusan yang memihak mereka, aksi ini kemungkinan akan terus berlanjut.
“Belum ada keputusan. Nanti masih sambil nunggu kalau siang ini ada keputusan, mungkin siang ini petisinya,” sebutnya.
Para guru berharap pemerintah segera merespons tuntutan mereka agar proses belajar-mengajar dapat kembali normal, tanpa harus mengorbankan hak-hak mereka sebagai pendidik.
Baca juga: PNS Bisa Cek Rekening Sekarang, Gaji Ke-13 dan TPP ASN Pemprov Kaltara Cair Bersamaan Hari ini
Janji Cari Solusi
Pemerintah Kabupaten Mahakam Ulu ( Mahulu ) merespons keluhan tenaga pendidik terkait ketimpangan dalam kenaikan Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP).
Asisten III Bidang Administrasi Umum Sekretariat Daerah (Setkab) Mahulu, Kristina Tening, mengatakan pemerintah daerah akan membahas hal ini dengan pimpinan guna mencari solusi terbaik.
“Yang jelas kan mereka sudah menyampaikan kepada kita tentang rasa ketidakadilan yang disampaikan oleh mereka,” katanya, Selasa (11/2).
Menurutnya, tenaga pendidik merasa ada ketimpangan karena kenaikan TPP bagi jabatan struktural dinilai lebih besar dibandingkan dengan tenaga pendidikan.
“Terkait TPP, ketidakadilan itu mereka membandingkan di posisi jabatan tertentu di struktural itu kan tinggi naiknya. Terlalu tinggi, sementara naik mereka sedikit. Menurut mereka, itulah kesenjangan yang mereka rasakan,” ucapnya.
Namun, Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah tidak hanya melihat besaran angka kenaikan TPP, tetapi juga mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan tersebut.
“Tetapi kita tidak memandang angka yang naiknya, tetapi kita melihat faktor pengungkit atau evident yang mempengaruhi kenaikan sebenarnya,” tuturnya.
Meski begitu, Ia memastikan bahwa aspirasi para guru akan dibahas lebih lanjut di tingkat pimpinan.
Pemerintah akan berupaya mencari jalan keluar agar kebijakan TPP dapat lebih adil bagi semua pihak.
“Jadi itu nanti yang barangkali dari masukan mereka kepada kita, kita akan bahas ke unsur pimpinan untuk mencari solusi,” tegasnya.
Ia mengatakan bahwa pemerintah akan menelaah lebih lanjut faktor-faktor yang memengaruhi kebijakan tersebut.
“Jadi ada beberapa item yang menurut mereka terjadi kesenjangan. Tapi kita pelajari itu,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa tenaga pendidik merasa memiliki beban kerja yang setara dengan pegawai di jabatan struktural yang mendapat kenaikan TPP lebih tinggi.
“Eviden-eviden yang ada menurut mereka sama dengan mereka, kayak beban kerja. Beban kerja mereka dengan beban kerja kita menurut mereka kan ada perhitungannya yang tadi mereka sudah paparkan,” sebutnya.
Meski demikian, Ia menegaskan bahwa pemerintah akan melakukan evaluasi mendalam agar kebijakan yang diambil tidak menimbulkan kesalahan di kemudian hari.
“Tetapi mari kita evaluasi juga itu, beban kerja yang dimaksud, yang dianggap menurut mereka juga beban kerja tinggi. Tapi kita juga harus melihat itu kembali sehingga tidak salah-salah kita mengambil kebijakan sehingga nanti akan menjadi temuan,” jelasnya.
Menurutnya, pemerintah memiliki niat untuk meningkatkan kesejahteraan semua pegawai, termasuk tenaga pendidik.
Namun, perlu kajian mendalam agar kebijakan yang diterapkan tetap sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Niat kita intinya adalah mau semua naik, mau semuanya merasa aman, nyaman, dan mereka juga bekerja dengan baik. Tetapi beberapa unsur tadi harus kita lihat, eviden yang mempengaruhi kenaikan,” pungkasnya.
Pemkab Mahulu berjanji akan membahas aspirasi tenaga pendidik bersama unsur pimpinan agar ditemukan solusi terbaik bagi semua pihak. (tar)
Baca berita Tribun Kaltara terkini di Google News