Bursa Saham Asia Mayoritas Menguat, Dolar AS Melemah

  • Share

KONTAN.CO.ID – SYDNEY. Bursa Asia berupaya stabil pada Rabu di tengah harapan bahwa tarif yang diberlakukan Amerika Serikat tidak akan terlalu berdampak buruk bagi perekonomian global sebagaimana dikhawatirkan sebelumnya. 

Meskipun demikian, saham berjangka Wall Street mengalami tekanan akibat penurunan tajam saham Alphabet menyusul laporan laba yang mengecewakan.

Investor juga masih belum sepenuhnya yakin mengenai pernyataan Presiden Donald Trump terkait keinginan Amerika Serikat untuk mengambil alih Jalur Gaza yang dilanda konflik dan mengembangkannya secara ekonomi.

Baca Juga: Bursa Saham Asia Lesu, Dolar Melemah Jelang Libur Thanksgiving AS

Dolar melemah setelah sebelumnya menguat karena investor melihat peluang bagi Federal Reserve untuk melonggarkan kebijakan moneter tahun ini. Hal ini mendorong kenaikan harga obligasi pemerintah AS.

Sentimen pasar mendapat dorongan dari respons China yang relatif terkendali terhadap kebijakan tarif tambahan sebesar 10% yang diumumkan oleh Presiden Donald Trump, yang hanya berdampak pada impor AS senilai US$ 14 miliar.

“Tindakan yang diambil cukup moderat, setidaknya dibandingkan dengan langkah AS, dan tampaknya telah dikalibrasi untuk menyampaikan pesan tanpa menimbulkan kerugian yang terlalu besar,” ujar Julian Evans-Pritchard, Kepala Ekonomi China di Capital Economics.

“Risikonya adalah pembalasan dari China mungkin terlalu ringan untuk memberikan tekanan signifikan pada AS agar membatalkan tarif, tetapi cukup menantang hingga dapat memicu eskalasi lebih lanjut.”

Baca Juga: Mayoritas Mata Uang Asia Terpuruk Terhadap Dolar AS di Tahun 2024

China juga mendukung sentimen pasar pada Rabu dengan menetapkan nilai tukar yuan yang lebih kuat, meredakan kekhawatiran bahwa mata uangnya akan terus melemah untuk mengimbangi dampak tarif terhadap ekspornya. Hal ini menyebabkan indeks saham unggulan China naik sebesar 0,7% setelah libur.

Meskipun masih terdapat ketidakpastian, termasuk ancaman tarif terhadap Eropa, pasar tampaknya lega karena situasi tidak memburuk lebih jauh.

Indeks MSCI untuk saham Asia-Pasifik di luar Jepang naik 0,8%, sementara indeks Nikkei Jepang naik tipis 0,3%. Indeks utama Korea Selatan melonjak 1,2%.

Namun, kontrak berjangka saham Eropa seperti EUROSTOXX 50, FTSE, dan DAX mengalami penurunan sekitar 0,1% di tengah ketidakpastian terkait kebijakan pajak AS atas perdagangan global.

Setelah mengalami kenaikan pada Selasa, kontrak berjangka Wall Street mengalami penurunan setelah laba Alphabet meleset dari ekspektasi, menyebabkan sahamnya anjlok 7,7% dan menghapus kapitalisasi pasar senilai 195 miliar dolar.

Kontrak berjangka S&P 500 turun 0,2%, sementara kontrak berjangka Nasdaq turun 0,3% sebagai respons. Sejumlah laporan keuangan yang akan dirilis pada Rabu mencakup Uber, Ford, Qualcomm, dan Walt Disney.

Baca Juga: Mata Uang dan Saham Asia Melonjak Berkat Data AS yang Lemah, Rupiah Paling Perkasa

Penundaan penerapan tarif terhadap Kanada dan Meksiko mengurangi kekhawatiran bahwa Federal Reserve mungkin sangat terbatas dalam memangkas suku bunga, yang mendorong lonjakan kontrak berjangka dana.

Imbal hasil obligasi pemerintah AS bertenor dua tahun kembali ke level 4,226%, turun dari puncak 4,282% yang dicapai pada Senin.

Penurunan imbal hasil ini beriringan dengan pelemahan dolar dari level tertingginya. Indeks dolar turun ke 108,060 setelah sebelumnya mencapai 109,880 pada Senin.

Euro menguat ke 1,0384 dolar AS, pulih dari level terendah dua tahun di 1,0125 yang terjadi awal pekan ini. Dolar juga melemah terhadap dolar Kanada ke level 1,4327 setelah sebelumnya mencapai 1,4792, level tertinggi dalam 22 tahun.

Dolar AS juga melemah 0,5% terhadap yen Jepang, turun ke level terendah tujuh minggu di 153,49, menembus level support di 153,72.

Baca Juga: Bursa Saham Asia Bangkit Senin (23/12), Didukung Inflasi AS yang Jinak

Di pasar komoditas, harga emas mencapai rekor tertinggi sepanjang masa di 2.848 dolar AS per ons, didorong oleh pelemahan dolar dan penurunan imbal hasil obligasi.

Harga minyak sempat tertekan oleh pengumuman tarif China terhadap impor minyak dari AS, namun kemudian pulih setelah laporan bahwa pemerintahan Trump kembali menerapkan kampanye “tekanan maksimum” terhadap Iran guna menekan ekspor minyak negara tersebut hingga nol.

Harga minyak Brent naik 5 sen menjadi 72,5 dolar AS per barel, sementara minyak mentah AS naik 17 sen menjadi 72,87 dolar AS per barel.

  • Share