Sejumlah Emiten Punya Obligasi Jatuh Tempo Bulan Februari, Simak Prospek Kinerjanya

  • Share

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) tercatat memiliki obligasi yang jatuh tempo pada bulan Februari 2025.

Sebut saja, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) yang punya obligasi bernilai pokok jumbo yang jatuh tempo bulan ini.

Melansir data di laman Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), Obligasi Berkelanjutan VI Tower Bersama Infrastructure Tahap III Tahun 2024 dengan nilai pokok Rp 2,7 triliun yang jatuh tempo pada 16 Februari 2025. Kupon obligasi itu sebesar 6,75%.

Lalu, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) juga punya Obligasi Berkelanjutan II Indah Kiat Pulp & Paper Tahap III Tahun 2022 Seri B yang jatuh tempo senilai Rp 1,07 triliun pada 24 Februari 2025. Kupon obligasi itu sebesar 8,75%.

Obligasi Berkelanjutan II Chandra Asri Petrochemical Tahap III Tahun 2020 milik PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) senilai Rp 750 miliar yang jatuh tempo pada 12 Februari 2025. Kupon obligasi itu sebesar 8,7%.

Direktur TPIA, Suryandi menyampaikan, pihaknya sudah menyiapkan dan untuk melakukan pembayaran pokok obligasi tersebut.

Baca Juga: Tekanan Jual Melanda Saham Big Caps, Cek Rekomendasi dari Analis

“Pembayaran pokok obligasi beserta kupon terakhir akan dibayarkan kepada PT KSEI sesuai ketentuan yang berlaku,” ujarnya dalam keterbukaan informasi tanggal 21 Januari 2025.

Selain itu, Obligasi Berkelanjutan III SMART Tahap III Tahun 222 Seri B milik PT Sinar Mas Agro Resources And Technology Tbk (SMAR) yang senilai Rp 625 miliar jatuh tempo pada 16 Februari 2025. Kupon obligasi ini sebesar 7,25%.

Obligasi PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang senilai Rp 593,95 miliar juga jatuh tempo pada 18 Februari 2025.

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) punya Obligasi Berkelanjutan III Bank BRI Tahap IV Tahun 2018 Seri B senilai Rp 605 miliar yang jatuh tempo pada 21 Februari 2025. Kupon obligasi itu sebesar 6,9%.

Obligasi Berkelanjutan III Medco Energi Internasional Tahap III Tahun 2020 Seri B senilai Rp 476,3 miliar milik PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) jatuh tempo pada 20 Februari 2025. Nilai kupon obligasi itu sebesar 9,3%.

Terakhir, ada PT PP Properti Tbk (PPRO) yang punya Obligasi Berkelanjutan II PP Properti Tahap I Tahun 2020 Seri B senilai Rp 47,9 miliar. Surat utang itu punya kupon 10,25% dan jatuh tempo pada 27 Februari 2025.

Equity Research Analyst Panin Sekuritas, Felix Darmawan melihat, pelunasan obligasi yang jatuh tempo dapat memengaruhi likuiditas dan struktur permodalan emiten. 

Emiten dengan arus kas yang kuat mungkin tidak terlalu terdampak. Namun, bagi yang memiliki arus kas terbatas, pelunasan tersebut bisa menekan likuiditas dan meningkatkan rasio utang.

Baca Juga: Cek Rekomendasi Teknikal Saham EMTK, INDF, dan RALS untuk Perdagangan Kamis (6/2)

Namun, penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) di bulan lalu ke 5,75% bisa memberi harapan baik. Sebab, ada penuruunan dari cost of fund perusahaan, khususnya yang berbasis utang.

“Penurunan itu berlaku untuk obligasi yang sudah issued dengan rate floating dan rencana penerbitan obligasi baru, baik untuk refinancing atau penambahan modal,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (5/2).

Untuk TBIG, prospek bisnisnya masih prospektif di tahun 2025. Dengan rencana ekspansi jaringan 5G di Indonesia, TBIG berpotensi meningkatkan pendapatan melalui penambahan penyewa menara. 

“Namun, persaingan di industri menara dan konsolidasi operator telekomunikasi dapat menjadi tantangan,” ungkapnya.

Untuk INKP, pemulihan harga pulp global memberikan sentimen positif bagi perusahaan.

“Namun, fluktuasi harga komoditas dan permintaan pasar global tetap menjadi faktor yang perlu diwaspadai,” tuturnya.

Menurut Felix, sebagai produsen petrokimia terintegrasi, TPIA diuntungkan oleh permintaan produk petrokimia yang stabil. Namun, volatilitas harga minyak mentah dan dinamika pasar global dapat memengaruhi margin keuntungan perusahaan.

Baca Juga: Gelar Stock Split pada Awal 2025, Simak Catatan & Rekomendasi Saham Berikut Ini

Untuk SMAR, kinerja perseroan dipengaruhi oleh harga komoditas minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO).

“Namun, kebijakan pemerintah terkait ekspor dan isu keberlanjutan juga menjadi faktor penentu,” ungkapnya.

Lalu, sebagai bank dengan fokus pada segmen mikro, BBRI diuntungkan oleh pertumbuhan ekonomi domestik. Namun, risiko kredit dan persaingan di sektor perbankan tetap menjadi perhatian yang bisa memengaruhi kinerja emiten Himbara itu.

Untuk WIKA, perseroan memiliki prospek positif dengan adanya proyek infrastruktur pemerintah. Namun, tantangan WIKA dalam hal pendanaan dan efisiensi proyek perlu dikelola dengan baik.

Felix menuturkan, sebagai perusahaan energi, MEDC diuntungkan bakal oleh kenaikan harga minyak dan gas di tahun 2025. 

“Namun, volatilitas harga energi dan regulasi lingkungan menjadi faktor risiko,” paparnya.

Lalu, PPRO yang merupakan pengembang properti akan menghadapi tantangan dalam hal permintaan pasar properti dan likuiditas. Sehingga, strategi pemasaran dan pengelolaan utang menjadi kunci keberhasilan.

Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah melihat, obligasi yang jatuh tempo punya potensi mengganggu arus kas perusahaan, apabila kas yang tersedia atau tidak terdapat pinjaman lain untuk bisa mengembalikan dana obligasi tersebut. 

Baca Juga: IHSG Diprediksi Melemah, Intip Rekomendasi Saham untuk Kamis (6/2)

“Normalnya, setiap perusahaan sudah mempersiapkan keadaan ini dengan menyisihkan kas atau menarik pinjaman lain,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (5/2).

Di antara emiten tersebut, Fath pun menyarankan investor untuk mencermati saham BBRI.

Head of Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas, mengatakan, emiten yang berpotensi terdampak buruk kinerjanya akibat jatuh tempo obligasi adalah mereka yang memiliki nilai obligasi jatuh tempo besar, kas internal terbatas, dan kesulitan mencari sumber dana alternatif. 

Menurut Sukarno, TBIG mungkin bisa menjadi emiten yang berisiko. Ini mengingat nilai pokoknya cukup besar, sedangkan kondisi arus kas internal yang tidak menutupi. 

  BBRI Chart by TradingView  

“Sedangkan BBRI cukup menjadi emiten yang bersifat netral, karena nilai pokok obligasinya tidak terlalu dan kas internal cukup besar,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (5/2).

Prospek kinerja bisnis masing-masing emiten masih tetap bagus di 2025. BBRI pun berpotensi tetap mencatatkan pertumbuhan kinerja yang positif di tahun ini seiring penurunan tingkat suku bunga, sehingga bisa meningkatkan permintaan kredit. 

“Tapi, tetap harus dilihat faktor lain yang memengaruhi negatif kinerja BBRI, seperti kredit macet (non performing loan/NPL),” paparnya.

Sukarno pun merekomendasikan beli untuk BBRI dengan target harga Rp 5.775 per saham.

  • Share