Penerimaan Pajak Tak Sebanding Pertumbuhan Ekonomi, Tax Bouyancy Indonesia Turun ke 0,71

  • Share
Penerimaan Pajak Tak Sebanding Pertumbuhan Ekonomi, Tax Bouyancy Indonesia Turun ke 0,71

Bisnis.com, JAKARTA — Tax buoyancy atau elastisitas penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) berada di angka 0,71 pada 2024. Nilai tersebut menurun dibandingkan realisasi tax buoyancy pada 2023 yang mencapai 1,17.

Sebagai informasi, idealnya nilai tax buoyancy adalah 1. Angka ini menandakan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi menghasilkan peningkatan penerimaan pajak sebesar 1%.

Nilai tax buoyancy sendiri diperoleh dari perhitungan persentase perubahan penerimaan perpajakan dibagi dengan persentase perubahan PDB.

Baca Juga : Sistem Pajak (Coretax) Terus Bermasalah, Pengusaha Ritel Minta Kejelasan

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, penerimaan perpajakan tumbuh sebesar 3,6% (year-on-year/YoY) pada 2024. Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) membukukan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,03% pada tahun yang sama.

Artinya, nilai tax buoyancy Indonesia berada di angka 0,71. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap 1% pertumbuhan ekonomi nasional hanya menghasilkan kenaikan penerimaan pajak sebesar 0,71%.

Baca Juga : : Setoran Pajak 2024 Tak Capai Target, Sri Mulyani Ulas Penyebabnya

Dengan demikian, penerimaan pajak pada tahun lalu bersifat tidak elastis, karena pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.

Dalam tiga tahun terakhir, nilai tax buoyancy Indonesia memang terus mengalami penurunan. Pada 2021, tax buoyancy tercatat sebesar 1,94, kemudian turun menjadi 1,92 pada 2022, kembali menurun ke 1,17 pada 2023, dan kini berada di angka 0,71 pada 2024.

Baca Juga : : Aparat Pajak di Medan Deklarasikan Dua Cara Buru Target Penerimaan

Tantangan Penerimaan Pajak

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui bahwa 2024 merupakan tahun yang berat, terutama dalam hal penerimaan perpajakan. Dia menyatakan bahwa realisasi penerimaan perpajakan 2024 tidak mencapai target akibat menurunnya harga komoditas.

Kementerian Keuangan mencatat penerimaan perpajakan (unaudited) selama 2024 mencapai Rp2.232,7 triliun. Realisasi ini setara dengan 96,7% dari target penerimaan perpajakan dalam APBN 2024 yang ditetapkan sebesar Rp2.309,9 triliun.

“Tahun lalu bukan tahun yang mudah. Ini adalah tahun di mana penerimaan negara mengalami tekanan luar biasa akibat penurunan harga-harga komoditas,” ujar Sri Mulyani dalam acara BRI Microfinance Outlook 2025, Kamis (30/1/2024).

Bendahara negara itu menilai bahwa berbagai kondisi ekonomi menyebabkan pelaku usaha mengalami tekanan. Sejalan dengan itu, penerimaan perpajakan juga terdampak.

Dia mencontohkan bahwa volume aktivitas ekspor-impor terus mengalami tekanan sepanjang tahun lalu akibat ketidakpastian global. Akibatnya, perdagangan luar negeri menurun, sehingga penerimaan bea dan cukai tidak mencapai target.

Kendati demikian, Sri Mulyani menegaskan bahwa penerimaan perpajakan 2024 tetap tumbuh 3,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Oleh sebab itu, dia meyakini Kementerian Keuangan tetap dapat menjaga keseimbangan APBN ke depan.

Sementara itu, Direktur P2Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Dwi Astuti menyatakan bahwa pihaknya akan terus berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak melalui berbagai strategi.

“Antara lain dengan perluasan basis perpajakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi berupa edukasi perpajakan, pengawasan pajak dan law enforcement, pengawasan wajib pajak, peningkatan kerja sama perpajakan internasional, serta optimalisasi kegiatan joint audit, joint analysis, joint investigation, joint collection, dan joint intelligence,” jelas Dwi kepada Bisnis, dikutip Minggu (9/2/2025).

  • Share