Ketidakpastian Global Tinggi, Ekonom: Yang Penting adalah Stabilitas Rupiah…

  • Share
Ketidakpastian Global Tinggi, Ekonom: Yang Penting adalah Stabilitas Rupiah…

JAKARTA, KOMPAS.com – Pergerakan nilai tukar rupiah dan mata uang negara berkembang tahun ini akan sulit diprediksi.

Chief Economist Permata Bank Josua Pardede menjelaskan, hal itu dipengaruhi oleh adanya ketidakpastian global yang dipengaruhi antara lain oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang kebijakannya tidak dapat diprediksi.

“Kita akan dealing dengan kebijakan seseorang yang memang unpredictable, seperti Donald Trump,” kata dia dalam acara konferensi pers Permata Institute for Economics Research (PIER) Economics Review: FY 2024, Senin (10/2/2025).

Ia menambahkan, ketidakpastian tersebut juga datang dari respons negara lain atas kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemimpin negara adidaya tersebut.

Baca juga: Investor Boncos Ratusan Triliun Rupiah karena Ormas, Dikerjai Habis-habisan

“Nanti respons dari misalkan pemerintah China, respons kebijakan pemerintah Meksiko, atau Kanada,” imbuh dia.

Untuk itu, Josua menilai yang terpenting saat ini adalah nilai tukar rupiah dapat terjaga stabil.

“Karena yang penting bagi pelaku usaha, bagi ekonomi adalah stabilitas rupiah, bukan mencapai level tertentu, bukan kita mencapai level tertentu,” terang dia.

Ia menjelaskan, nilai rupiah yang stabil tidak akan memberatkan importir dan tetap memberi dukungan pada eksportir.

Adapun, volatilitas yang terjadi pada rupiah saat ini dinilai cenderung lebih rendah dibandingkan dengan kualitas mata uang di negara-negara lainnya, seperti yen Jepang.

Selain itu, ekspektasi pergerakan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS) yang juga berkaitan langsung dengan nilai tukar rupiah masih terus berubah.

Baca juga: Disegel Pemerintah, KEK Lido Adalah Proyek Patungan Hary Tanoe dan Donald Trump

Tahun lalu, bank sentral AS, The Fed, masih memberikan isyarat dapat menurunkan suku bunga hingga 100 basis poin (bps). Lalu, proyeksi tersebut turun pada akhir tahun menjadi 50 bps.

“Ekspetasi dari pasar sudah sedikit konservatif, bahkan pasar melihat mungkin penurunannya 25 bps, atau sebagian kecil pelaku pasar melihat mungkin saja tidak ada penurunan tahun ini,” ujar dia.

Dengan demikian, dollar AS masih memiliki ruang untuk menguat tahun ini sebagai safe haven aset.

Di sisi lain, itu dapat membuat modal asing keluar dari negara berkembang.

Sebagai informasi, melansir data Bloomberg, Senin sore ini, rupiah ditutup pada Rp 16.358 per dollar AS, melemah 0,46 persen dibanding penutupan kemarin Rp 16.283 per dollar AS.

Baca juga: BI dan Bank Sentral China Perpanjang Perjanjian Pertukaran Mata Uang Rupiah dan Yuan

  • Share