Kasus Sensitif di Indonesia Juga Terjadi di Liga Voli Korea, Tim Legendaris Sampai Beri Peringatan

  • Share

BOLASPORT.COM – Kasus sensitif tentang pelecehan seksual yang terjadi dalam pertandingan tengah disoroti Federasi Bola Voli Korea Selatan (KOVO).

Keluar instruksi agar penggemar harus memiliki batasan dalam mengambil gambar atau video agar tidak melanggar norma-norma.

Di Liga Voli Korea, tidak hanya pemain yang menjadi sasaran, tetapi pemandu sorak alias cheerleader.

Mereka mengaku tidak nyaman dengan banyaknya kamera yang mengambil gambar secara tidak pantas.

Dikutip BolaSport.com dari Chosun, para pemain bola voli atau pemandu sorak rentan terhadap voyeurisme atau penyimpangan seksual.

Situasi tersebut tentunya sulit untuk dicegah karena para penggemar telah membeli tiket pertandingan.

Sejauh ini baru GS Caltex Seoul KIXX yang secara tegas memberikan peringatan terhadap para penggemar mereka.

Tim legendaris dengan rekor 9 gelar beruntun pada tahun 1990an itu akan melarang penggunaan tripod dan monopod.

Baca Juga: Jadwal Proliga 2025 – Putaran 2 Dimulai, LavAni Sudah Tenang Lolos ke Final Four

“Mohon menahan diri untuk tidak memusatkan perhatian pada pemandu sorak,” tulis pernyataan klub melalui media sosial Instagram.

“Tripod serta monopod akan secara resmi dilarang di kemudian hari.”

Peringatan tersebut dikeluarkan untuk melindungi para atlet dan pendukungnya dari para fotografer nakal.

Seorang pemandu sorak yang tidak disebutkan namanya mengeluhkan tindakan mengambil gambar dengan tidak sopan.

“Ini bukan tentang ‘menangkap momen’, tetapi lebih banyak tentang mengambil ‘full cam‘ daripada ‘direct cam‘ dari suatu pertunjukan,” ujarnya.

“Saat kami datang, mereka duduk di tribune depan dengan tripod. Mereka (penggemar) sama sekali tidak tertarik dengan pertandingan, hanya kami.”

“Ketika saya menjauh, mereka mengikuti saya.”

“Ada orang yang merekam ketelanjangan, kebiasaan, dan momen memalukan yang tidak disengaja, dan kemudian mendistribusikan rekaman tersebut,” ucapnya.

Pemandu sorak lainnya merasakan kadang merasa terancam dengan tindakan tersebut.

“Beberapa orang tertawa ketika saya pulang kerja dan menunjukkan kepada saya ‘seperti inilah penampilan saya hari ini’.”

“Ini bisa dilihat sebagai fanatisme, tetapi terkadang terasa mengancam,” keluhnya.

Masalah serupa pernah terjadi di Indonesia.

Pada tahun lalu para pebola voli putri buka suara setelah ramai beredar video-video yang menyasar bagian tubuh tertentu.

Pemain bintang, Yolla Yuliana, bahkan memberikan ultimatum terhadap pelaku dengan rencana melapor ke pihak berwajib.

Perbedaannya, tindakan pelecehan dalam pengambilan gambar yang terjadi di Indonesia bukan dilakukan seorang penggemar.

Melainkan yakni seorang fotografer yang memiliki tanda pengenal dan diperbolehkan masuk ke arena pertandingan.

Sementara di Negeri Ginseng, KOVO menyatakan tetap melakukan pemantauan terhadap tindakan-tindakan yang melanggar sopan santun.

“Pertama-tama, kami telah memperkuat pemantauan video di YouTube dan media sosial lainnya,” bunyi pernyataan KOVO.

“Kami terus menginformasikan kepada orang-orang untuk mematuhi etika di stadion melalui papan elektronik dan media sosial.”

“Ada bagian tentang pengambilan gambar dengan kamera pribadi di sana.”

“Meski begitu, tidak ada dasar hukum untuk melarang kamera atau menghukum perilaku pengambilan gambar.”

Baca Juga: Liga Voli Korea – Pemain ‘Tersembunyi’ Bantu Idola Megawati untuk Bangkit dan Kalahkan Red Sparks

  • Share