Irak Sahkan UU yang Berpotensi Legalkan Anak Perempuan Usia 9 Tahun Menikah

  • Share
Irak Sahkan UU yang Berpotensi Legalkan Anak Perempuan Usia 9 Tahun Menikah

KOMPAS.com – Parlemen Irak meloloskan undang-undang kontroversial, salah satunya mengizinkan anak-anak berusia sembilan tahun untuk menikah, Selasa (21/1/2025).

Para aktivis berpendapat bahwa hal ini dapat melemahkan Undang-Undang Status Pribadi Irak tahun 1959 yang menyatukan hukum keluarga dan menetapkan perlindungan bagi perempuan.

Mereka juga mengatakan, undang-undang ini akan “melegalkan pemerkosaan terhadap anak-anak”, dikutip dari The Guardian, Rabu (22/1/2025).

Di bawah undang-undang baru, otoritas agama telah diberi kekuasaan untuk memutuskan urusan keluarga, termasuk pernikahan, perceraian dan pengasuhan anak.

Undang-undang ini menghapus larangan pernikahan anak di bawah usia 18 tahun yang berlaku sejak tahun 1950-an.

“Kita telah mencapai akhir dari hak-hak perempuan dan akhir dari hak-hak anak di Irak,” kata pengacara Mohammed Juma, salah satu penentang utama undang-undang tersebut.

Baca juga: Klaim Sengaja Gagalkan Penalti Kedua Saat Lawan Indonesia, Berikut Profil Striker Irak Ayman Hussein

Irak izinkan anak perempuan menikah di usia 9 tahun

Dikutip dari CNN, Selasa, hukum Irak saat ini menetapkan 18 tahun sebagai usia minimum untuk menikah.

Namun, amandemen itu memungkinkan para ulama memerintah sesuai dengan interpretasi mereka atas mazhab Jaafari yang dianut oleh banyak otoritas agama Syiah di Irak untuk kemudian mengizinkan pernikahan anak perempuan di usia belasan tahun atau sembilan tahun.

Para pendukung perubahan tersebut, yang didukung oleh para anggota parlemen dari kelompok Syiah konservatif, membela perubahan tersebut sebagai cara untuk menyelaraskan hukum dengan prinsip-prinsip Islam dan mengurangi pengaruh Barat terhadap budaya Irak.

Parlemen juga meloloskan undang-undang amnesti umum yang dianggap menguntungkan para tahanan Sunni dan memberikan kelonggaran bagi orang-orang yang terlibat korupsi dan penggelapan.

Selain itu, parlemen juga mengesahkan undang-undang restitusi tanah yang ditujukan untuk mengatasi klaim teritorial Kurdi.

Seorang aktivis hak asasi manusia dan anggota Liga Perempuan Irak, Intisar al-Mayali mengatakan, pengesahan amandemen undang-undang status sipil akan meninggalkan dampak buruk terhadap hak-hak perempuan dan anak perempuan.

“Melalui pernikahan anak perempuan di usia dini, hal itu melanggar hak mereka untuk hidup sebagai anak-anak dan akan mengganggu mekanisme perlindungan perceraian, hak asuh, dan warisan bagi perempuan,” kata dia.

Sidang parlemen tersebut kemudian berakhir dengan kekacauan dan tuduhan pelanggaran prosedur.

“Setengah dari anggota parlemen yang hadir dalam sesi tersebut tidak memberikan suara, sehingga melanggar kuorum hukum,” kata seorang pejabat parlemen.

Ia mengatakan, beberapa anggota memprotes dengan keras dan yang lainnya naik ke podium parlemen.

Baca juga: Kalah dari Irak, Ini 3 Skenario Indonesia Lolos ke Babak Ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026

Dampak pernikahan dini di Irak 

Hasil survei Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2023 menunjukkan, pernikahan anak telah menjadi masalah yang sudah berlangsung lama di Irak, di mana 28 persen anak perempuan menikah sebelum berusia 18 tahun.

Meskipun pernikahan dianggap sebagai kesempatan untuk keluar dari kemiskinan bagi sebagian anak perempuan di bawah umur, banyak pernikahan yang berakhir dengan kegagalan.

Hal ini kemudian membawa konsekuensi seumur hidup bagi para perempuan muda, termasuk rasa malu secara sosial dan kurangnya kesempatan karena sekolah yang belum selesai.

Alih-alih memperketat undang-undang yang melarang pernikahan di bawah umur dan membantu anak-anak perempuan dari latar belakang miskin untuk menyelesaikan pendidikan mereka, undang-undang yang baru ini justru mengizinkan pernikahan anak di bawah umur sesuai dengan aliran agama yang dianut.

Untuk Muslim Syiah, yang merupakan mayoritas di Irak, usia terendah untuk menikah bagi anak perempuan adalah sembilan tahun, sementara untuk Sunni, usia resminya adalah 15 tahun.

“Negara Irak tidak pernah menyaksikan kemerosotan dan kekejian yang merugikan kekayaan dan reputasi Irak seperti yang kita saksikan hari ini,” kata anggota parlemen independen, Sajjad Salem.

  • Share