BREAKING NEWS: Faisal Lahay Jalani Sidang Kasus Korupsi Proyek Jalan Nani Wartabone Gorontalo

  • Share
BREAKING NEWS: Faisal Lahay Jalani Sidang Kasus Korupsi Proyek Jalan Nani Wartabone Gorontalo

TRIBUNGORONTALO.COM – Pengadilan Negeri Gorontalo menggelar sidang pembacaan tuntutan terdakwa kasus korupsi proyek Jalan Nani Wartabone, Faisal Lahay. 

Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Gorontalo, sidang putusan dilaksanakan hari ini di Ruang Sidang Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro, PN Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Hubungan Industrial Gorontalo, Jumat (14/2/2025).

Sebelumnya sudah digelar sidang dengan berbagai agenda, termasuk pemeriksaan Eks Wali Kota Gorontalo, Marten Taha sebagai saksi. 

Pantauan TribunGorontalo.com, Faisal Lahay telah tiba di PN Tipikor dan Hubungan Industrial Gorontalo menaiki mobil tahanan. 

Perkara dengan nomor registrasi 15/Pid.Sus-TPK/2024/PN Gto ini turut menjadi sorotan publik, pasalnya sejak proyek Jalan Nani Wartabone ini sering mangrak. 

Kasus ini bermula dari penetapan dua tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Gorontalo pada Juni 2024, yaitu Antum Abdullah (almarhum) dan Faisal Lahay.

Keduanya diduga menyalahgunakan dana proyek sebesar Rp2,3 miliar untuk kepentingan pribadi.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Gorontalo, Nursurya, menyebut bahwa gratifikasi diberikan untuk memuluskan proses penyalahgunaan dana proyek.

“Keduanya diduga menguntungkan diri sendiri, menyalahgunakan kekuasaan, dan memaksa seseorang memberikan sesuatu,” ungkap Nursurya sebelumnya.

Menurutnya, proyek ini melibatkan manipulasi dokumen pemilihan penyedia barang dan jasa, yang bertentangan dengan regulasi.

Penetapan pemenang tender diduga dilakukan dengan persyaratan adanya komitmen fee sebelum kontrak ditandatangani.

Proyek Jalan Nani Wartabone merupakan program peningkatan infrastruktur di Kota Gorontalo tahun anggaran 2021.

Namun, hasil investigasi menunjukkan adanya pelanggaran dalam proses pengadaan barang dan jasa, termasuk perubahan hasil pemilihan penyedia oleh salah satu tersangka.

Majelis Hakim akan melanjutkan persidangan untuk mendalami aliran dana serta peran masing-masing terdakwa dalam kasus yang merugikan negara hingga miliaran rupiah ini. 

Peran Faisal Lahay

Diberitakan sebelumnya Antum Abdullah dan Faisal Lahay ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Gorontalo, Selasa (11/6/2024) malam. 

Kejati menetapkan Kepala Bidang Bina Marga Dinas Pekerjaan Umum dan Penata Ruang (PUPR) Kota Gorontalo, Antum Abdullah dan kontraktor proyek Faisal Lahay menjadi tersangka pada Selasa 11 Juni 2024.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Nursurya mengungkapkan peran Antum Abdullah dan Faisal Lahay dalam kasus proyek Jalan Nani Wartabone. 

Nursurya menjelaskan bahwa pada Selasa 12 Oktober 2021 atau setidaknya dalam bulan Oktober 2021 berdasarkan hasil pemilihan kelompok kerja (Pokja) Pengadaan Barang & Jasa Setda Kota Gorontalo. 

“Itu diserahkan kepada tersangka selaku kuasa pengguna anggaran merangkap sebagai PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) pada Dinas PUPR Kota Gorontalo bertempat di Kantor Dinas PUPR Kota Gorontalo,” ungkapnya

“Terdapat tiga pemenang penyedia barang dan jasa yaitu PT Cahaya Mitra Nusantara sebagai Pemenang, PT Rizki Aflah Jaya Abadi Sebagai Cadangan 1 dan PT Mahardika Permata Mandiri Sebagai Cadangan II,” jelasnya

Nursurya mengatakan bahwa hasil pemilihan tersebut dilakukan review oleh tersangka Antum Abdullah. 

“Dimana berdasarkan hasil review tersebut tersangka AA menolak hasil pemilihan penyedia yang dilakukan oleh Pokja Pengadaan Barang & Jasa Setda Kota Gorontalo,” ucapnya

“Dan meminta untuk dilakukan evaluasi ulang, namun hasil review tersebut ditanggapi oleh Pokja Pengadaan Barang & Jasa Setda Kota Gorontalo yang tetap pada hasil pemilihannya,” tambahnya

Menurut regulasi review dilakukan oleh tersangka Antum Abdullah bertentangan dengan dokumen pemilihan Nomor :600/POKJA.PBJ-KOTA.GTo/IX/2021 tanggal 01 September 2021 dan Peraturan Lembaga Kebijakan. 

Nursurya juga menjelaskan pengadaan barang dan jasa pemerintah R.1 No 12 Tahun 2021 tentang Pedoman pelaksanan Pengadaan barang & Jasa Pemerintah melalui Penyedia yang menyebutkan bahwa penolakan sebagainana dimaksud berdasakan BAHP yang diterima (bukan berdasarkan hasil klarifikasi/verifikasi/pembuktian kepada peserta dan atau pihak lain). 

“Bahwa tersangka AA menerbitkan surat penunjukan penyedia barang dan jasa kepada PT Mahardika Permata Mandiri dengan Direktur Utama Azhari,” tuturnya

“Yang kemudian memberikan kuasa Direktur kepada saksi Direktur Deny Juaeni selaku pihak yang dinyatakan cadangan kedua oleh Pokja Setda Kota Gorontalo, padahal bertentangan,” tambahnya.

Penetapan PT Mahardika Permata Mandiri sebagai pemenang tender paket tersebut, Antum Abdullah bekeja sama dengan Tersangka Faisal Lahay selaku pihak swasta dengan adanya komitmen pemberian fee sebesar 17 persen dari nilai kontak sebelum dilakukan penandatanganan kontrak.

“Dimana jika komitmen fee tidak diberikan maka tidak akan dilakukan penandatanganan kontrak antara tersangka AA dengan saksi Deny Juaeni selaku Direktur PT Mahardika Permata Mandiri Cabang Gorontalo,” ujarnya

“Maka saksi Deny Junaeni memberikan komitmen fee senilai Rp2,3 miliar melalui rekening Bank BCA milik saksi Bahrudin Pulukadang alias Alo,” tambahnya

Kemudian Nursurya membeberkan dimana dana proyek dinikmati oleh Faisal Lahay senilai Rp1,6 miliar dan Antum Abdullah menikmati uang tunai senilai Rp303 juta. (*)

  • Share