Bantul dikenal dengan kekayaan budaya dan kulinernya, salah satunya adalah gudeg manggar, sajian unik berbahan dasar putik bunga kelapa muda. Berbeda dari gudeg nangka muda yang lebih dikenal luas, gudeg manggar menawarkan tekstur renyah dan rasa gurih yang khas.
TAK hanya sekadar makanan, hidangan ini juga sarat akan sejarah dan nilai tradisional yang sudah terjaga selama berabad-abad.
Gudeg manggar memiliki akar sejarah yang panjang, yang berawal lebih dari 500 tahun lalu pada era Kerajaan Mataram Islam.
Hidangan ini pertama kali diciptakan oleh Gusti Retno Pembayun, putri Panembahan Senopati, saat tinggal di tanah Mangir bersama suaminya, Ki Ageng Mangir Wanabaya.
Melihat melimpahnya pohon kelapa di daerah itu, Gusti Retno memanfaatkan bunga kelapa sebagai bahan utama masakannya.
Sejak itu, gudeg manggar menjadi simbol kuliner istimewa yang sering disajikan pada acara-acara besar, seperti pernikahan dan perayaan keagamaan.
Pada masa penjajahan Belanda, gudeg manggar bahkan menjadi simbol perlawanan masyarakat Bantul, karena penggunaan bahan lokal ini mencerminkan kemandirian masyarakat terhadap sumber daya yang terbatas.
Dibandingkan dengan gudeg nangka muda, gudeg manggar memiliki tekstur yang lebih renyah dengan rasa yang tidak terlalu manis.
Perbedaan ini menjadikannya alternatif yang menarik bagi penikmat kuliner yang ingin mencoba sesuatu yang berbeda.
Hidangan ini biasanya disajikan bersama lauk-pauk seperti opor ayam, tahu dan tempe bacem, sambal goreng krecek, serta areh atau blondo yang gurih.
Salah satu tempat terbaik untuk menikmati gudeg manggar adalah Dapoer Palupi yang dikelola oleh Erni Retno Palupi.
Warung ini terletak di Jalan Parangtritis kilometer 10,5, Gowokan, Sabdodadi, Bantul, dan menyajikan gudeg manggar dengan keaslian cita rasa tradisionalnya.
Pemilik Gudeg Manggar Bantul Dapoer Palupi, Erni Retno Palupi menceritakan bahwa usaha ini ia rintis sejak tahun 2018 ketika ia masih menerima pesanan catering.
Namun, setelah mengikuti pelatihan di komunitas Womenpreneur Community pada tahun 2019, ia memutuskan untuk fokus pada gudeg manggar, melihat potensi besar dari bahan lokal ini.
“Keunggulan gudeg manggar kami terletak pada rasanya yang tidak terlalu manis, sehingga cocok untuk lidah masyarakat dari luar Yogyakarta,” jelas Erni.
Pembuatan gudeg manggar tidaklah mudah.
Dibutuhkan waktu hingga dua hari untuk menghasilkan rasa yang sempurna.
Proses ini melibatkan memasak manggar hingga setengah matang pada hari pertama, kemudian didiamkan sebelum dilanjutkan memasak keesokan harinya.
“Jika manggar dimasak tidak matang, membuat rasanya masih sepat,” tambah Erni.
Dapoer Palupi juga melayani pengiriman gudeg manggar ke luar kota, termasuk wilayah Jabodetabek.
Untuk memastikan kualitas tetap terjaga, mereka menggunakan frozen packaging dan ekspedisi khusus makanan.
Gudeg manggar, yang sempat hampir punah, kini kembali diminati berkat upaya pelestarian dari pelaku usaha seperti Dapoer Palupi.
Hidangan ini tidak hanya menjadi sajian lezat, tetapi juga cerminan budaya dan sejarah Bantul yang kaya.
Buktinya, cita rasa Gudeg Manggar Bantul Dapoer Palupi telah dicicipi sejumlah figur ternama mulai dari Melky Bajaj, Sandy Canester, Toma Pratama (bassist band Mocca), Dewi ‘dee’ Lestari hingga mantan Menlu Retno Marsudi. (Tribunjogja.com/Han)